Kabarkuansing.Com - Hamka, Ulama Sastrawan dari Bumi Maninjau- Zainuddin: Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku. Kau patahkan. Kau minta maaf. Hayati: Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman, kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini. Zainuddin: Demikianlah perempuan, ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walau pun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya.

Pada umumnya rekan pasti akan bisa menjawab penggalan dialog diatas adalah kutipan dari film Tenggelamnya Kapal Van der wijck antara Zainuddin dan Hayati yang diangkat dari Novel Buya Hamka (H. Abdul Malik Karim Amrullah). Seorang ulama dan sastrawan dami bumi Minang Kabau Maninjau Sumatra Barat. Tak ada yang salah jika kita mengenal beliau dari Film Tenggelamnya kapal Van der wijck atau Film dibawah lindungan ka'bah walaupun sebenarnya Buya Hamka sendiri ketika ditanya mana diantara Novel yang dia tulis yang paling sangat berkesan dan ia sukai jawabannya adalah Novel "Merantau ke Deli". Hanya saja kita mengenal beliau dari karyanya yang kecil dan salahnya kita cukup berhenti disitu tanpa mengenal beliau lebih dalam dalam perjuangan kemerdekaan, berdakwah tanpa henti dan yang menarik banyak pelajaran penataan hati yang bisa kita gali dari Buya Hamka lewat karya-karya seperti Tasawuf Modern.

Ironisnya lagi film tenggelamnya Kapal Vander Wijck kalau kita saksikan via youtube dan kita buka kolom komentar, maka akan kita jumpai yang paling banyak mengomentari adalah warga tetangga dari Malaisya. Animo masyarakat Malaisya terhadap karya Buya Hamka sangat begitu tinggi. Terbukti tidak ada Universitas di Malaisya yang tidak mengadakan seminar tentang pemikiran Hamka. Sementara kita sendiri yang mempunyai Hamka tak begitu mengenal beliau dengan baik apalagi menyelami pemikiran-pemikirannya. Kita bisa cek di youtube dari negara mana yang paling banyak membahas Buya Hamka?.

Buya Hamka H. Abdul Malik Karim Amrullah

Pendapat saya pribadi jika kita mengenal Buya hamka hanya dari karya-karya Novelnya saja agaknya kita mengenal beliau hanya dari karya kecil beliau, hanya lewat selingan Novel-novel yang kebetulan di Filmkan. Padahal Buya Hamka menurut saya adalah seorang ulama spektakuler. Tafsir Al Qur'an (Tafsir Al Azhar) Buya Hamka merupakan salah satu karya beliau yang saya kagumi. Mengapa? karena tafsir tersebut ditulis dengan metode tahlili atau analisis. Setahu saya hanya ada dua kitab tafsir karya ulama Indonesia yang ditulis dengan metode tahlili (Analisis) yang pertama Tafsir Al Misbah oleh Prof, Dr. Quraish Sihab dan Tafsir Al-Azhar oleh Buya Hamka sebanyak 9 jilid dengan harga lebih kurang 2,5 Juta rupiah.

Banyangkan seorang otodidak mampu menulis Tafsir Qur'an sebanyak 9 jilid? bahkan sebagian besarnya ditulis ketika Hamka dipenjara. Tak berlebihan jika saya mengatakan beliau seorang otodidak karena gelar Doktor maupun Profesor yang diterimanya bukanlah dari hasil menjalani pembelajaran secara akademik, tetapi penghargaan yang diberikan kepada beliau. Gelar Doktor dari Universitas Al Azhar karena penampilan beliau membawakan sebuah ceramah pada tahun 1958 di kairo Mesir. Sedangkan gelar profesor dari Universitas Prof Dr Moestopo Malaisya.

Disamping itu sebuah karya beliau yang saya kagumi adalah Menunggu Beduk Berbunyi. Novelet (Novel pendek) yang mempunyai dua judul yang pada part pertama berjudul Dijemput Mamaknya yang mengajarkan tentang bagaimana kita memandang sesuatu tidak dari materi saja, tidak dari harta benda yang dimiliki. Agaknya Hamka mengkritik kebiasan adat istiadat Minang Kabau ketika itu bahwa mamak (paman) dari istri mempunyai kuasa penuh terhadap kemenakannya, sehingga diceritakan di Novel tersebut mereka berpisah karena siperempuan tidak mendapatkan hidup yang diharapkan (berharta) oleh keluarga besarnya.

Sedangan part dua "Menunggu Beduk Berbunyi" mengajarkan kepada kita bagaimana kita menghadapi berbagai macam problema kehidupan yang terkadang kebencian itu datang dari orang-orang terdekat. Namun sang tokoh yang diceritakan Buya Hamka tersebut tersentak ketika sang khatib jum'at menyampaikan tentang bulan suci ramadhan yang mana diawal kita sahur tidak merasakan apa-apa, setelah matahari mulai meninggi baru merasakan lapar dan dahaga. Namun ketika beduk berbunyi Insyaallah segala macam bentuk penderitaan tadi akan terobati ketika berbuka puasa. Demikian pula hidup ketika kita mampu memaknainya dengan berpedoman pada Alqur'an dan Sunnah maka sebagala macam problema kehidupan akan berujung dengan kebahagiaan yang hakiki. Bahkan menghadap kepada Allah dengan husnul khatimah dan diganjar oleh Allah dengan Surga yang tak tertandingi nikmatnya.

Dikutip dari www.abdusatri.com
Lebih baru Lebih lama