Israel Gempur Gaza, 62 Tewas Termasuk Warga Sipil di Dekat Distribusi Bantuan
Rakyat Palestina menerima paket bantuan makanan yang didistribusikan oleh American Near East Refugee Aid, sebuah organisasi yang menyediakan bantuan kemanusiaan dan pembangunan ke Timur Tengah, di Kota Gaza /Jehad Alshrafi/AP. |
Di kutip dari media arab Aljazeera , Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan bahwa serangan yang menargetkan titik-titik distribusi bantuan telah menyebabkan lebih dari 4.000 orang terluka dan 39 lainnya masih hilang. Laporan-laporan mengerikan ini menggambarkan betapa bantuan, yang seharusnya menjadi penyelamat, justru menjadi pemicu kematian.
Anak-anak Jadi Korban Terbesar
Menurut Save the Children, lebih dari setengah dari korban di lokasi distribusi bantuan adalah anak-anak. Dari 19 serangan mematikan, anak-anak tercatat menjadi korban dalam 10 insiden.
“Siapa yang bisa menyalahkan mereka karena takut? Mencari bantuan kini seperti menjatuhkan diri ke pelukan maut,” kata Ahmad Alhendawi, Direktur Regional Save the Children.
Serangan Udara dan Ancaman Kelaparan
Serangan Israel terus berlangsung tanpa jeda. Pada hari Kamis, serangan udara menghantam sekolah di Sheikh Radwan yang menampung keluarga pengungsi, menewaskan sembilan orang. Di hari yang sama, serangan terpisah menewaskan sembilan lainnya di Khan Younis. Di pasar Deir el-Balah, drone Israel menewaskan dan melukai beberapa orang, menurut sumber rumah sakit.
Hari Rabu, setidaknya 62 orang tewas akibat rentetan serangan, menjadikan pekan ini salah satu yang paling mematikan dalam beberapa bulan terakhir.
Sementara itu, tentara Israel dilaporkan menembaki kerumunan warga yang tengah mengantri bantuan di Koridor Netzarim, Gaza tengah. Tiga orang tewas, beberapa lainnya luka-luka. Ini adalah insiden terbaru dari serangkaian tragedi di titik distribusi bantuan GHF yang kontroversial—badan yang didukung AS dan Israel namun dikritik tajam oleh PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan internasional karena dianggap tak mampu menjamin keselamatan warga sipil.
GHF dan Dilema Bantuan Kemanusiaan
GHF mengambil alih operasi distribusi bantuan pada akhir Mei, di tengah kritik global terhadap blokade total Israel selama berbulan-bulan. Namun sejak itu, bukan hanya kelaparan yang belum bisa diatasi—bahkan nyawa warga Gaza kian terancam di lokasi yang seharusnya menjadi tempat mereka menyelamatkan diri dari krisis.
Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, justru menambah bara konflik. Ia menuntut penghentian total bantuan kemanusiaan ke Gaza, menyebut masuknya bantuan sebagai “aib besar.”
Gaza di Ambang Kekeringan Buatan
UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina, memperingatkan bahwa Gaza kini menghadapi krisis air bersih yang mematikan. Dengan hanya 40% fasilitas air minum yang masih berfungsi, sistem air rusak parah akibat kekurangan bahan bakar dan serangan.
“Gaza berada di ambang kekeringan buatan manusia,” kata UNRWA.
Celah Tipis Gencatan Senjata
Di tengah krisis kemanusiaan yang kian parah, upaya diplomatik kembali bergulir. Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat menghidupkan kembali pembicaraan gencatan senjata. Namun, hingga kini belum ada tanggal pasti untuk perundingan baru.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa gencatan senjata hanya bisa terjadi jika Hamas menyerah total. Hamas, di sisi lain, hanya bersedia membebaskan sandera jika Israel menarik pasukannya dan menyetujui genjatan senjata permanen. **