Heboh Dugaan Dana Pajak Dipakai Plesiran: Dunia Usaha Pariwisata Semarang Desak Transparansi Bapenda
SEMARANG – Dunia usaha di sektor pariwisata Kota Semarang tengah diguncang oleh kabar yang mencuat dalam sidang kasus dugaan korupsi di lingkungan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang. Keterangan yang terungkap di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Rabu (2/7/2025), memicu kegeraman dari para pelaku industri lokal.
Dana yang selama ini dikumpulkan dari masyarakat dan pelaku usaha melalui pungutan pajak, justru diduga dialihkan untuk agenda tak pantas—mulai dari perjalanan plesiran hingga kegiatan mewah di luar negeri.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Jawa Tengah, Kukrit Suryo Wicaksono, menyampaikan kegelisahan mendalam mewakili komunitas pariwisata di ibu kota Jawa Tengah ini.
“Kami sangat prihatin. Pajak yang kami bayarkan ternyata tak kembali pada masyarakat seperti seharusnya. Malah disinyalir digunakan untuk keperluan pribadi dan konsumtif oknum di Bapenda,” ungkap Kukrit.
Kukrit menyoroti bahwa dana dari sektor seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pungutan lainnya, seharusnya dialokasikan untuk pembangunan dan pelayanan publik, bukan justru jadi ajang ‘bancakan’.
Ia mendesak Kepala Bapenda, Indriyasari (dikenal sebagai Mbak Iin), untuk tampil di hadapan publik dan menyampaikan penjelasan terbuka terkait polemik ini. Menurutnya, ini bukan sekadar soal administrasi internal, melainkan menyangkut kepercayaan publik atas sistem perpajakan daerah.
“Kami berharap ada kejelasan dan pertanggungjawaban nyata, bukan hanya klarifikasi formal dalam persidangan mantan Wali Kota,” tegas Kukrit.
Liburan Pegawai Bapenda ke Luar Negeri
Sidang tersebut juga menguak praktik pemotongan ‘iuran kebersamaan’ dari Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang berlangsung secara rutin setiap triwulan. Meskipun disebut bersifat sukarela, dalam praktiknya besaran potongan ditentukan, bahkan lebih tinggi bagi staf tertentu dibanding atasannya.
Menurut kesaksian Agung Wido Catur Utomo, Kepala Subbidang Penetapan Pajak Daerah Bapenda, dana tersebut kemudian digunakan untuk kegiatan internal lembaga, termasuk pelesiran mewah.
Terungkap pula bahwa para pegawai menikmati liburan ke Bali pada awal 2024, lalu menyusul ke Singapura hanya sebulan setelahnya. Total iuran yang terkumpul tiap tahunnya bisa mencapai angka fantastis, sekitar Rp4 miliar, menurut mantan pejabat Bapenda, Heni Arustiati.
Dugaan Aliran Dana ke Pejabat Tertinggi
Kasus ini semakin kompleks setelah Jaksa Penuntut Umum mengungkap bahwa mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita), bersama suaminya Alwin Basri, diduga turut menikmati aliran dana dari iuran tersebut. Mbak Ita disebut menerima Rp1,2 miliar, sementara Alwin Rp1 miliar.
Heni bahkan memberikan kesaksian bahwa pernah melihat kiriman uang dalam bentuk bingkisan—masing-masing Rp300 juta untuk sang wali kota, dan Rp200 juta untuk sang suami. Meskipun Mbak Ita mengklaim telah mengeluarkan larangan soal pungutan ini dan sempat mengembalikan sebagian dana, praktik tersebut rupanya tetap berjalan.
Desakan Transparansi
Menghadapi gejolak ini, Kukrit kembali menekankan bahwa seluruh proses pengelolaan dana publik, khususnya dari sektor pajak, wajib dilakukan secara transparan dan akuntabel.
“Ini bukan hanya tentang pelanggaran prosedural. Ini tentang kepercayaan publik yang dilukai. Dana masyarakat harus dikelola untuk kepentingan masyarakat pula,” tandasnya.
Ia mendesak agar Kepala Bapenda tidak diam saja, dan segera menyampaikan laporan terbuka kepada publik. “Kita butuh keterbukaan, bukan alasan,” tutup Kukrit. ***