Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kementerian ATR/BPN Tegaskan Tak Ada Aturan Privatisasi Pulau Kecil di Indonesia

Harison Mocodompis /Foto Humas Kementerian ATR/BPN

Kementerian ATR/BPN Tegaskan Tak Ada Aturan Privatisasi Pulau Kecil di Indonesia

JAKARTA — Isu penjualan pulau-pulau kecil di wilayah Indonesia kembali menjadi sorotan setelah sejumlah situs asing menampilkan informasi yang mengindikasikan pulau-pulau tersebut dapat diperjualbelikan. Fenomena ini memicu kekhawatiran masyarakat terkait potensi pelanggaran kedaulatan negara dan eksploitasi sumber daya alam secara ilegal.

Menanggapi kekisruhan ini, dilansir dari menpan.go.id Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Harison Mocodompis, menegaskan bahwa tidak terdapat dasar hukum yang membenarkan adanya privatisasi pulau secara utuh di Indonesia. Ia menuturkan bahwa regulasi nasional melarang kepemilikan penuh atas pulau kecil oleh pihak perorangan maupun badan hukum.

“Tidak ada dasar legal yang memperbolehkan seseorang atau suatu entitas untuk memprivatisasi sebuah pulau secara menyeluruh. Hal itu bertentangan dengan prinsip pengelolaan ruang dan kedaulatan wilayah negara,” jelas Harison dalam pernyataan tertulis yang diterima InfoPublik pada Jumat, 4 Juli 2025.

Menurutnya, pemanfaatan pulau kecil telah diatur secara ketat dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2016, khususnya dalam Pasal 9 ayat (2) hingga (5). Regulasi tersebut menetapkan batas maksimal penggunaan pulau oleh individu atau korporasi hanya sebesar 70 persen dari total luas pulau. Sisanya, sebanyak 30 persen, wajib disediakan untuk kepentingan umum, area konservasi, dan wilayah yang dikuasai oleh negara.

“Artinya, tidak mungkin seluruh bagian dari sebuah pulau kecil dialokasikan untuk kepentingan pribadi atau komersial. Harus ada ruang yang dilindungi dan dikelola oleh negara,” tambah Harison.

Ia pun menyoroti fakta bahwa mayoritas situs yang menyebarkan informasi penjualan pulau tersebut berasal dari luar negeri, dan keaslian data yang ditampilkan masih diragukan. Identitas pengunggah informasi pun belum bisa dipastikan, apakah benar berasal dari Indonesia atau negara lain.

“Kita perlu cermat dan kritis dalam menghadapi informasi semacam ini. Situs-situs yang memuat data penjualan pulau umumnya berbasis di luar negeri, dan identitas pengunggahnya juga belum dapat diverifikasi,” ujarnya.

Lebih lanjut, Harison mengingatkan masyarakat agar tidak mudah percaya terhadap berbagai iklan atau klaim kepemilikan pulau yang beredar secara daring. Ia mengajak publik untuk bersama-sama menjaga keutuhan wilayah Indonesia dan mendukung penegakan hukum di bidang pertanahan.

“Harapannya, diskursus mengenai isu ini mampu mendorong sinergi lintas lembaga, termasuk di tingkat pemerintah daerah. Bukan hanya untuk menangkal praktik ilegal, tetapi juga untuk memperkuat perlindungan atas hak tanah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh,” tutup Harison. ***