Kuota Haji Diumumkan 15 Juli, DPR Siapkan "Revolusi Layanan Haji" Lewat Badan Baru
![]() |
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal. (Foto: ANTARA FOTO/ERLANGGA BREGAS PRAKOSO) |
Jakarta,kabarkuansing.com – Sebuah babak baru dalam tata kelola ibadah haji di Indonesia segera dimulai. Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, memastikan bahwa pemerintah akan mengumumkan kuota haji tahun 2025 pada Senin, 15 Juli 2025, bersamaan dengan keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) tentang pembentukan Badan Penyelenggara Haji (BPH) sebagai lembaga baru pengelola haji.
“Ini bukan lagi tambal sulam, tapi revolusi. Pola lama sudah saatnya ditinggalkan,” tegas Cucun dalam acara Pengukuhan dan Rakernas I PB IKA-PMII di Jakarta, Minggu (13/7).
Langkah ini menjadi bagian dari paket besar revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 yang saat ini sedang difinalisasi di DPR bersama pemerintah. Perubahan ini diharapkan mengakhiri praktik “business as usual” dalam pelaksanaan haji yang selama ini dinilai sarat masalah dan minim transparansi.
Salah satu sorotan utama dalam reformasi ini adalah peralihan wewenang pengelolaan haji dari Kementerian Agama kepada lembaga baru, yaitu Badan Penyelenggara Haji. Cucun menegaskan, struktur kelembagaan baru ini telah mendapatkan restu dari Presiden Prabowo Subianto dan tinggal menunggu pengesahan dalam bentuk perpres.
“Sudah bukan lagi di bawah Kemenag. Strukturnya mandiri. BPH akan bekerja penuh tanpa intervensi struktural kementerian,” ungkap Cucun.
Perpres sebelumnya dinilai ambigu karena masih menempatkan BPH bekerja ‘bersama-sama’ dengan kementerian. Dalam versi revisi, BPH akan mengelola layanan ibadah haji secara utuh, dari logistik hingga akomodasi, tanpa campur tangan birokrasi kementerian.
Cucun juga mengkritik pola pengawasan DPR terhadap penyelenggaraan haji yang selama ini dilakukan di tahap akhir saja, ketika semua kontrak hotel, katering, dan fasilitas lainnya telah berjalan. Ia menyebut banyak masalah yang timbul karena DPR “datang terlambat”.
“Selama ini kita hanya masuk di akhir, pengawasan kita hanya pada hasil. Kita tidak ikut proses pemilihan hotel, katering. Akibatnya, kesalahan terus berulang tiap tahun,” ujarnya.
Dengan adanya BPH, DPR berharap bisa melakukan pengawasan secara menyeluruh dan sistemik sejak awal proses, bukan sekadar memberikan catatan pascapelaksanaan.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Abidin Fikri, turut menyoroti pentingnya pembaruan dua regulasi penting: UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta UU Pengelolaan Keuangan Haji. Ia menekankan bahwa reformasi ini juga harus merespons dinamika kebijakan terbaru dari Arab Saudi, termasuk pelarangan visa nonhaji ke wilayah Makkah dan Madinah.
“Kita tidak bisa pakai pola lama. Larangan visa nonhaji sudah berdampak, bahkan menyebabkan deportasi jemaah. Ini sinyal keras agar kita segera menyesuaikan regulasi kita,” ujar Abidin dalam keterangannya, Senin (9/6).
Menurutnya, ekosistem haji nasional harus menjadi sistem yang adaptif dan tahan terhadap perubahan regulasi dari negara tuan rumah, agar tak ada lagi warga negara Indonesia yang terjebak persoalan administratif di Tanah Suci.
Pengumuman kuota haji yang dijadwalkan pada 15 Juli bukan hanya soal angka. Ini adalah penanda dimulainya transformasi total tata kelola ibadah haji nasional—dari sistem yang dianggap konvensional, menuju sistem profesional berbasis kelembagaan baru.
Publik kini menanti dua hal: berapa kuota resmi yang akan diberikan, dan seberapa siap lembaga baru ini menjawab ekspektasi jutaan calon jemaah haji Indonesia. ***