Skandal Chromebook Rp9,3 Triliun: Empat Pejabat Kemendikbud Jadi Tersangka, Proyek TIK Diduga Sarat Rekayasa
![]() |
Sumber foto: TEMPO — Tony Hartawan |
Empat tersangka itu terdiri dari pejabat tinggi dan mantan staf khusus di era kepemimpinan Menteri Nadiem Makarim. Mereka adalah eks Staf Khusus Mendikbudristek, Jurist Tan; eks konsultan teknologi, Ibrahim Arief; serta dua direktur di lingkungan Kemendikbudristek 2020-2021, yakni Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih.
Sebagaimana dilansir dari kompas.com Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, penyelidikan mengungkap bahwa proses penunjukan vendor dan pelaksanaan pengadaan dilakukan secara kilat dan tidak mengikuti prosedur standar. Dalam satu malam, dua pejabat Kemendikbudristek diduga mengganti pejabat pembuat komitmen (PPK) dan langsung menunjuk penyedia, yakni PT Bhinneka Mentari Dimensi.
Perintah Mendadak: Vendor Ditetapkan dalam Semalam
Peristiwa ini bermula pada 30 Juni 2020 di sebuah hotel di Jakarta Selatan. Di lokasi itulah Sri Wahyuningsih, selaku Direktur Sekolah Dasar saat itu, diduga memberikan arahan kepada Bambang Hadi Waluyo, PPK yang menjabat, untuk mengikuti kebijakan Menteri Nadiem dalam mengadakan perangkat TIK berbasis Chrome OS.
Namun karena dinilai tidak mampu menjalankan perintah, Bambang langsung dicopot dan digantikan oleh Wahyu Hariadi di malam yang sama, tepat pukul 22.00 WIB. Tak lama berselang, Wahyu diarahkan untuk menunjuk vendor tunggal, PT Bhinneka Mentari Dimensi, sebagai penyedia utama laptop Chromebook.
Langkah serupa juga dilakukan oleh Mulyatsyah, Direktur SMP saat itu. Ia memerintahkan bawahannya, Harnowo Susanto, untuk menetapkan penyedia yang sama dengan sistem operasi Chrome. Bahkan, keduanya turut menyusun petunjuk teknis dan pelaksanaan bantuan pemerintah yang diarahkan khusus pada vendor tersebut.
Ubah Jalur Pengadaan: Dari e-Katalog ke SIPLah
Modus lainnya adalah perubahan jalur pengadaan. Dari semula menggunakan e-katalog, para pejabat tersebut mengalihkan ke sistem SIPLah (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah), yang dianggap lebih longgar pengawasannya. Langkah ini dilakukan untuk mempercepat proses pengadaan sekaligus mempersempit ruang kompetisi penyedia.
Qohar menyebutkan bahwa seluruh langkah ini dijustifikasi oleh Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 yang ditandatangani Nadiem Makarim, meskipun implementasinya dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, yakni sejak 2020.
Laptop Tak Terpakai, Negara Rugi Hampir Rp2 Triliun
Dari hasil pengadaan itu, sekitar 1,2 juta unit Chromebook dikirim ke berbagai sekolah. Sayangnya, banyak dari perangkat tersebut tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal karena tergantung pada koneksi internet yang belum merata, terutama di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).
Akibatnya, negara tidak hanya gagal mendapatkan manfaat optimal dari pengadaan tersebut, tetapi juga menderita kerugian keuangan mencapai Rp1,98 triliun, menurut hasil penyelidikan Kejagung.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta pasal 55 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana.
Proyek yang seharusnya menjadi bagian dari transformasi digital pendidikan Indonesia kini berubah menjadi salah satu skandal pengadaan terbesar dalam sejarah Kemendikbudristek. Publik menunggu langkah lanjutan dari penegak hukum, serta pertanggungjawaban para pihak yang terlibat.