Wapres Gibran Kunjungan Kerja Ke Riau: Karhutla Adalah Tanggung Jawab Moral Bangsa
Kapolda Riau Irjen.Pol Herry Heryawan dan Wapres Ri Gibran Rakabuming Raka—Foto: Tangkapan Layar ig. Kapolda Riau |
KABAR KUANSING | Pekanbaru — Wakil Presiden Republik Indonesia Gibran Rakabuming Raka melakukan kunjungan kerja ke Pekanbaru, Riau, untuk meninjau langsung penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang kembali melanda sejumlah wilayah di provinsi tersebut.
Setibanya di Bumi Melayu Lancang Kuning, Wapres disambut oleh jajaran Forkopimda Riau, termasuk Kapolda Riau Irjen Pol. Herry Heryawan. Dalam pertemuan tertutup di Posko Satgas Karhutla, Wapres menerima laporan mendalam terkait penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran lahan.
“Sebanyak 51 orang telah kami tetapkan sebagai tersangka. Langkah ini merupakan bagian dari tindakan tegas dan terukur, baik terhadap pelaku yang sengaja membakar lahan maupun karena kelalaian,” ujar Kapolda Herry Heryawan.
Ia menambahkan bahwa pembakaran ini bukan kebetulan, melainkan terdapat modus operandi ‘tipu-tipu’ yang kerap dilakukan secara sistematis oleh oknum untuk membuka lahan baru, terutama di sektor perkebunan sawit.
Wapres Gibran dalam pernyataannya menekankan bahwa persoalan karhutla tidak hanya sebatas isu lingkungan, tetapi menyangkut tanggung jawab moral dan sosial kepada generasi mendatang. Ia juga menegaskan pentingnya pendekatan kolaboratif dalam upaya pencegahan dan penindakan.
“Masalah karhutla adalah ujian integritas kita bersama. Langkah tegas harus terus dilanjutkan, dan kerja lintas sektor menjadi sangat penting. Saya mengapresiasi penanganan yang telah berjalan, namun ini harus berkelanjutan,” tegas Gibran.
Berdasarkan laporan BMKG, curah hujan di wilayah Riau diprediksi akan tetap rendah hingga awal Agustus, dengan kondisi lahan yang sangat mudah terbakar. Oleh sebab itu, posko siaga karhutla diinstruksikan tetap aktif dan waspada.
BNPB juga telah mengaktifkan modifikasi cuaca dan water bombing guna mempercepat pemadaman di wilayah rawan. Titik api dilaporkan mulai berkurang dibanding awal Juli, meskipun sebagian besar wilayah masih berada dalam kategori siaga.
Sanksi pidana terhadap para pelaku diharapkan memberikan efek jera. Aparat penegak hukum diminta tidak hanya fokus pada pelaku lapangan, tetapi juga menyelidiki kemungkinan keterlibatan korporasi.
Masyarakat dan aktivis lingkungan mengapresiasi sikap tegas pemerintah, namun tetap menuntut transparansi proses hukum dan pengawasan lebih ketat terhadap perizinan pembukaan lahan.**