Presiden Prabowo Rombak Kabinet: Sri Mulyani Diganti, Kementerian Haji dan Umrah Resmi Berdiri
Jakarta – Presiden Prabowo Subianto kembali melakukan reshuffle Kabinet Merah Putih. Lima menteri dicopot dari jabatannya, dan untuk pertama kalinya pemerintah memiliki Kementerian Haji dan Umrah.
Perombakan Kedua dalam 11 Bulan
Pengumuman reshuffle disampaikan langsung oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Senin (8/9/2025) di Istana Kepresidenan Jakarta.
“Presiden melakukan perubahan komposisi kabinet setelah mempertimbangkan masukan dan hasil evaluasi yang dilakukan terus-menerus,” ujar Prasetyo.
Ini merupakan perombakan kabinet kedua sejak Prabowo menjabat pada Oktober 2024.
Daftar Lima Menteri yang Diganti
Reshuffle jilid dua ini menyasar lima kementerian strategis, yaitu:
Kemenko Polhukam – Budi Gunawan diganti ad interim.
Kementerian Keuangan – Sri Mulyani diganti oleh Purbaya Yudhi Sadewa.
Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) – Abdul Kadir Karding digantikan Mukhtarudin.
Kementerian Koperasi dan UKM – Budi Arie Setiadi digantikan Ferry Juliantono.
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) – Dito Ariotedjo dicopot, penggantinya menunggu pengumuman resmi.
Kementerian Baru: Haji dan Umrah
Selain pergantian menteri, Prabowo juga meresmikan Kementerian Haji dan Umrah sebagai transformasi dari Badan Pengelola Haji.
Menteri Haji dan Umrah: Mochamad Irfan Yusuf
Wakil Menteri: Dahnil Anzar Simanjuntak
Pelantikan terhadap enam pejabat (lima menteri baru dan satu wakil menteri) dilakukan sore itu juga di Istana Negara.
Dampak Politik dan Ekonomi
Keputusan mengganti Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan menjadi sorotan utama, baik di dalam negeri maupun di mata internasional.
Pasar saham: IHSG terkoreksi 1,3% setelah pengumuman reshuffle.
Reaksi analis (Reuters, FT): Ada kekhawatiran disiplin fiskal melemah, namun peluang pertumbuhan ekonomi lebih tinggi terbuka.
Pernyataan Purbaya Yudhi Sadewa: Ia bertekad menjaga stabilitas fiskal dan menilai target pertumbuhan ekonomi 8 persen “tidak mustahil”.
Di sisi politik, langkah ini dinilai sebagai konsolidasi Presiden untuk memperkuat basis pendukungnya di parlemen sekaligus menegaskan arah kebijakan ekonomi dan sosial pemerintahan.(Na)