Diduga Korupsi Proyek Jalan Ruas VI Tahun Anggaran 2023, Kejari Inhil Tahan Dua Tersangka
Foto: Kantor Kejari Inhil |
TEMBILAHAN – Kejaksaan Negeri (Kejari) Indragiri Hilir (Inhil) resmi menahan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek jalan ruas VI Tahun Anggaran 2023.
Dua tersangka tersebut adalah EAS selaku Direktur PT Gunung Guntur, Er selaku pelaksana proyek Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Inhil yang juga menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Penetapan status tersangka dilakukan oleh Tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejari Inhil pada Selasa (10/6/2025), setelah melalui rangkaian penyidikan mendalam terhadap 23 orang saksi, dua orang ahli, serta penyitaan 79 dokumen terkait.
“Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari penyidikan intensif dan komprehensif,” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri Inhil, Nova Fuspitasari, pada Selasa malam (10/6/2025).
Seiring dengan penetapan tersebut, Kejari Inhil juga mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap kedua tersangka. Mereka ditahan di Lapas Kelas IIA Tembilahan mulai 10 Juni 2025, untuk masa penahanan awal selama 20 hari.
Proyek konstruksi jalan tersebut memiliki pagu anggaran sebesar Rp15.450.000.000, yang dilaksanakan melalui kontrak bernomor 600.1.9.3/DPUTR-BM/SP-RKJL/2023/08.01 tertanggal 16 Agustus 2023. Kontrak ditandatangani oleh Erwanto sebagai PPK dan Eka Agus Syafrudin sebagai pelaksana dari PT Gunung Guntur. Masa pelaksanaan proyek ditetapkan dari 16 Agustus hingga 28 Desember 2023.
Selama pelaksanaan proyek, telah dilakukan dua kali pembayaran: uang muka sebesar 20 persen atau senilai Rp3.079.702.300 pada 8 September 2023, dan pembayaran termin sebesar 31,78 persen atau senilai Rp4.156.811.532,70 pada 29 Desember 2023.
Namun, berdasarkan laporan akhir dari Konsultan Pengawas PT Ryan Syawal Consultant, progres fisik proyek hanya mencapai 11,47 persen, jauh di bawah klaim penyedia proyek yang melaporkan capaian 36,78 persen. Diduga kuat telah terjadi pemalsuan tanda tangan supervisi engineering dalam dokumen laporan progres, dengan sepengetahuan Erwanto sebagai PPK.
Proyek ini mengalami tiga kali addendum, termasuk perpanjangan waktu hingga 31 Desember 2024. Namun demikian, hingga batas waktu tersebut proyek tak kunjung selesai dan secara resmi diputus kontrak pada 17 Februari 2024.
Dalam proses penyidikan, tim Kejari bersama ahli teknik sipil melakukan pemeriksaan fisik di lapangan pada 9–12 Februari 2025. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kekurangan signifikan pada volume dan mutu beton yang digunakan.
“Berdasarkan laporan audit dari Inspektorat Daerah Kabupaten Indragiri Hilir, nilai kerugian negara akibat proyek ini mencapai Rp6.270.011.525,33,” tegas Kajari Nova Fuspitasari.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.***
Dua tersangka tersebut adalah EAS selaku Direktur PT Gunung Guntur, Er selaku pelaksana proyek Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Inhil yang juga menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Penetapan status tersangka dilakukan oleh Tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejari Inhil pada Selasa (10/6/2025), setelah melalui rangkaian penyidikan mendalam terhadap 23 orang saksi, dua orang ahli, serta penyitaan 79 dokumen terkait.
“Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari penyidikan intensif dan komprehensif,” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri Inhil, Nova Fuspitasari, pada Selasa malam (10/6/2025).
Seiring dengan penetapan tersebut, Kejari Inhil juga mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap kedua tersangka. Mereka ditahan di Lapas Kelas IIA Tembilahan mulai 10 Juni 2025, untuk masa penahanan awal selama 20 hari.
Proyek konstruksi jalan tersebut memiliki pagu anggaran sebesar Rp15.450.000.000, yang dilaksanakan melalui kontrak bernomor 600.1.9.3/DPUTR-BM/SP-RKJL/2023/08.01 tertanggal 16 Agustus 2023. Kontrak ditandatangani oleh Erwanto sebagai PPK dan Eka Agus Syafrudin sebagai pelaksana dari PT Gunung Guntur. Masa pelaksanaan proyek ditetapkan dari 16 Agustus hingga 28 Desember 2023.
Selama pelaksanaan proyek, telah dilakukan dua kali pembayaran: uang muka sebesar 20 persen atau senilai Rp3.079.702.300 pada 8 September 2023, dan pembayaran termin sebesar 31,78 persen atau senilai Rp4.156.811.532,70 pada 29 Desember 2023.
Namun, berdasarkan laporan akhir dari Konsultan Pengawas PT Ryan Syawal Consultant, progres fisik proyek hanya mencapai 11,47 persen, jauh di bawah klaim penyedia proyek yang melaporkan capaian 36,78 persen. Diduga kuat telah terjadi pemalsuan tanda tangan supervisi engineering dalam dokumen laporan progres, dengan sepengetahuan Erwanto sebagai PPK.
Proyek ini mengalami tiga kali addendum, termasuk perpanjangan waktu hingga 31 Desember 2024. Namun demikian, hingga batas waktu tersebut proyek tak kunjung selesai dan secara resmi diputus kontrak pada 17 Februari 2024.
Dalam proses penyidikan, tim Kejari bersama ahli teknik sipil melakukan pemeriksaan fisik di lapangan pada 9–12 Februari 2025. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kekurangan signifikan pada volume dan mutu beton yang digunakan.
“Berdasarkan laporan audit dari Inspektorat Daerah Kabupaten Indragiri Hilir, nilai kerugian negara akibat proyek ini mencapai Rp6.270.011.525,33,” tegas Kajari Nova Fuspitasari.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.***