Drama di Balik Ducati Pilih Marc Marquez dan Singkirkan Jorge Martin: Ada Keputusan Berani Gigi Dall’Igna
![]() |
Marc Marquez — Foto: Tangkapan Layar ig Marc.M |
KABAR KUANSING | Jakarta – Keputusan Ducati untuk menduetkan Francesco Bagnaia dengan Marc Marquez di MotoGP 2025 meninggalkan cerita dramatis di balik layar. Saat banyak yang menduga Jorge Martin akan mendapatkan kursi tim pabrikan, kenyataan justru berkata lain.
Panggung perebutan satu kursi Ducati Lenovo Team musim lalu ibarat serial drama: penuh intrik, kejutan, dan taruhannya adalah masa depan karier para pembalap papan atas.
Martin Jadi Favorit
Memasuki musim 2024, Martin tampil seperti mesin kemenangan. Bersama Prima Pramac Racing, ia konsisten naik podium, memimpin klasemen sementara, dan dianggap sebagai calon kuat rekan setim Bagnaia. Media pun ramai memberitakan bahwa Ducati hanya tinggal menunggu waktu mengumumkan Martin.
Namun, di balik dinding paddock, Gigi Dall’Igna justru memantau sosok lain: Marc Marquez.
Munculnya “Faktor Marquez”
Marquez yang baru pindah ke Ducati Gresini menunjukkan kemampuan beradaptasi luar biasa. Dengan motor yang bukan spek pabrikan penuh, ia mampu menandingi bahkan mengalahkan pembalap tim utama. Ducati mulai melihat sesuatu yang tidak dimiliki Martin — pengalaman tempur, mental juara, dan keberanian mengambil risiko di lintasan.
“Marc datang dengan semangat juara dunia. Dia membawa sesuatu yang berbeda,” ujar seorang sumber internal Ducati.
Keputusan yang Mengguncang
Puncaknya terjadi setelah seri Prancis 2024. Martin masih memimpin klasemen, tetapi Dall’Igna sudah mengambil keputusan: kursi pabrikan akan jatuh ke tangan Marquez. Alasan resminya sederhana namun penuh makna — Ducati ingin pembalap yang bisa langsung memberi gelar dunia, tanpa masa transisi.
Enea Bastianini, yang posisinya digantikan, mengaku terkejut. “Saya pikir Jorge yang akan dipilih. Tapi sekarang, setelah melihat performa Marc, saya mengerti,” ucapnya.
Risiko yang Terbayar
Drama itu berakhir manis bagi Ducati. Dalam 12 seri awal musim 2025, Marquez mencetak 11 kemenangan Sprint dan 8 kemenangan Grand Prix, memimpin klasemen dengan 381 poin. Keputusan yang semula dianggap kontroversial kini terlihat seperti langkah jenius.
Ducati tak hanya memilih pembalap, tapi memilih karakter juara. Drama ini membuktikan bahwa di MotoGP, reputasi bisa membuka pintu, tapi insting dan keberanian yang menentukan siapa yang benar-benar masuk ke ruang utama.